While we’re trying to conceive…

Dulu sebelum menikah, saya pikir punya anak adalah suatu hal yang mudah. Kayanya temen, tetangga, sodara, kalo nikah berapa bulan aja, langsung deh hamil. Tapi ternyata garis hidup orang berbeda, dan ternyata banyak sekali orang yang susah mendapatkan keturunan.

Kami baru (dengan optimis saya selalu menggunakan kata “baru” instead of “sudah”) menikah 1,5 tahun, namun kami belum juga diberikan karunia berupa keturunan. Kesel? Sedih? Bingung? Kecewa? Cape? Yah pasti. Apalagi saya memang sudah berobat 1 bulan sejak pernikahan, karena ketauan punya kista. Berbagai dokter pun sudah saya temui, salah satunya dr Enud yang praktek di MMC dan RSCM. Dokter Enud ini beken banget, hampir semua yang belum dikaruniai keturunan tau dokter ini. No wonder kalo ngantri pun, kita perlu waktu 1 bulan untuk nunggu. Kemudian dokter Djumhana, seorang ahli hematologi yang harus saya temui karena darah saya cenderung kental, atau yang suka dibilang virus ACA yang positif. Kemudian dokter Wachyu di RS Bunda yang melakukan operasi kista bulan Jan lalu.

Tapi Alloh yang Maha Penyayang, tidak membuat saya terlena dalam kesedihan. Di dalam perjalanan saya dan rene berobat, begitu banyak kejadian yang menyadarkan kami betapa kami harus lebih banyak bersyukur. Betapa banyak orang di luar sana yang diberi ujian jauh lebih berat daripada saya.

Suatu hari saya minta ijin kantor untuk mengambil darah di RSCM. Sekitar jam 11 pagi saya pergi sendiri ke RSCM, dan siang hari itu matahari sangat terasa membakar kulit. Sesampainya di sana, cari parkir susah sekali, setelah parkir, jalan jauh ke kliniknya. Hati ini mulai menjerit “Ya Alloh, saya cape” Tapi saat itu juga Alloh memberi peringatan kepada saya. Ketika saya jalan di lorong rumah sakit menuju klinik, banyak sekali orang tergeletak di sepanjang lorong, agaknya mereka memang orang yang kurang mampu untuk mendapatkan perawatan secara layak. Dan kembali saya bersyukur “Ya Alloh terimakasih keadaan kami lebih baik dari mereka” Ketika saya ngantri, ada seorang Ibu di sebelah saya. Dia bertanya mengenai penyakit saya, dan saya pun balas bertanya. Dan dengan senyum ibu itu bilang “anak saya mengidap cancer, padahal baru 20 tahun” Ya memang saya melihat di beberapa kursi depan ada seorang anak muda, dengan keadaan kepala plontos yang duduk dengan lemah. Subhanalloh, saya kagum sekali mendengar Ibu itu bercerita bagaimana dia berjuang untuk membuat anaknya bisa berobat. Dan dia menceritakannya dengan sangat tegar, dengan muka yang selalu menyungging senyum. Tidak terasa air mata saya mengalir, bukan mengasihani Ibu tadi, tapi saya berpikir dalam hati, Ibu ini saja kok kuat betul, kenapa saya yang berobat pun dengan biaya yang Alhamdulillah ditanggung kantor, kadang males dan bahkan suka bertanya kepada Alloh “kenapa ya Alloh engkau berikan saya ujian seperti ini?” Padahal compare ke ibu tadi, masalah saya tidak ada artinya.

Kemudian saya ingin bercerita mengenai Aa, my eldest brother. Dari sejak usia 18 tahun, Aa di uji Alloh dengan penyakit diabetes. Perlahan penyakit ini menggerogoti tubuhnya, dari mulai fungsi ginjal, hingga yang sekarang ia perlahan kehilangan fungsi penglihatannya. Matanya kabur dan sakit terkena sinar matahari. Tetapi melihat bagaimana dia selalu yakin bahwa dia akan bisa melihat normal kembali, dan selalu tersenyum ketika menceritakan keadannya..Subhanalloh, saya malu dengan diri saya yang rasanya kurang mensyukuri apa yang saya miliki. Alloh kembali menunjukan kasih sayang-Nya kepada kami, ketika Aa hendak di operasi mata dengan cara menambah lapisan kornea nya, ada seorang donor mata yang kebetulan menyumbang pada saat Aa di operasi, sehingga dokter langsung menyarankan untuk cangkok mata saja. Padahal kalo kita mau cangkok mata, kita harus masuk ke waiting list yang panjang sekali, tetapi karena waktu itu sangat pas, maka dokter memberikan donor tsb kepada my brother.
Aa is really the light of my family! Melihat keadaan Aa, kembali bukan saya mengasihani Aa, tapi keadannya menyadarkan kami semua untuk selalu bersyukur atas nikmat sehat yang diberikan Alloh. Mungkin saya tidak akan sanggup jika mata ini tiba-tiba kabur dan tidak bisa melihat. Saya tidak bisa membayangkan hidup ini akan seperti apa. Sekarang setelah di cangkok mata, penglihatannya mulai pulih, dan dia sudah bisa menitikan air mata, padahal sebelumnya tidak bisa sama sekali, matanya kering.

Melalui tulisan ini temans, saya ingin mengajak diri saya sendiri dan kita semua untuk lebih bersyukur kepada Allloh. Ingatlah selalu akan apa yang telah Alloh berikan, dan jangan hanya ingat kepada yang Alloh belum berikan.

Seperti disebutkan dalam Al Quran, dan diulang berkali-kali dalam surat Ar-Rahmaan:
Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

1 comment:

  1. Tesy,
    I just read about the story of your eldest brother, and I cry, reminds me of my father (Alm.)when he lost his capability to see (even the light) for the last two years of his life. Unfortunately, he can't afford and struggle with the diabets which took his life forever. Tesy, the family support is the most important thing for your Aa, send my regards ya say

    ReplyDelete